Saksi

Barangkali kami cuma rentetan gedung tinggi baja beton, yang sengaja dibuat demi keberlangsungan adil atau kelancaran lakon. Abu-abu, tinggi, bisu, dan, mati--barangkali memang begitulah potret adil yang kalian imani. 

Barangkali kami cuma sulur-sulur dedaunan, dan batang, dan akar, yang kerap menjumpa manusia berkelakar, walau lebih sering bertengkar. Kokoh, langka dan tak banyak yang peduli--barangkali memang begitulah potret toleransi yang kalian pahami.

Barangkali kami cuma oplet-oplet tua yang kehabisan bahan bakarnya, yang kerap dijejal makhluk beragam rupa, pulang pasar, berangkat kantor, hendak belajar, hendak naik pamor. Tua, tergesa-gesa, dan kumuh tiada tara--barangkali memang begitulah potret moral dan etika.

Barangkali kami bisu, buta, dan tuli, kerap menyaksikan, tanpa bisa berbuat apapun yang mampu membenahi. Barangkali kami bersuara tanpa suara. Barangkali kami melihat tanpa cahaya. Barangkali kami mencium tanpa terasa.

Barangkali benar, kami benda-benda mati.

Ah Tuhan, andai indera kami miliki, akankah lebih baik dunia ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Ningsih untuk Mandala

Pedagang Baju dan Tempurung Kepalamu

BELA NEGARA